Dalam
anjuran ini, ada beberapa hadits yang mendukung, namun akan saya sebutkan
beberapa diantaranya.
Pertama: Dari
Anas t.
bahwa Nabi r
bersabda:
٧. اَ ْلاَوَّلُ : هَنْ اَنَسٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهَ
وَسَلَّمَ ,, مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرُسُ غَرْسًا اَؤيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ
مِنْهُ طَيْرُ اَؤاِنْسَانٌ اَؤبَهِيْةٌ اِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ
صَدَقَةُ
”Seorang mulim yang menanam atau menabur benih, lalu ada sebagian yang
dimakan oleh burung atau manusia, ataupun oleh binatang, niscaya semua itu akan
menjadi sedekah baginya.“
Hadits itu diriwayatkan oleh Imam
Bukhari (2/67, cet. Eropa), Imam Muslim (5/28) dan Imam Ahmad (3/147).
Kedua: Dari
Jabir t.
secara marfu’ :
٨. اَلشَّانِى عَنْ جَابِرٍ مَرْفُؤعًا مَامِنْ مُسْلِمِ يَغْرُسُ
غَرْسًااِلاَّمَااُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَاسُرِقْ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ ,
وَمَااَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَلَهُ صَدَقَةٌ ، وَلاَيَرْزَءُؤهُ – اَى يَنْقُصُهُ
وَيَأْخُذُمِنْهُ – اَحدْ اِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ . – اِلى يَؤمِ الْقِيَامَةِ
-
”Seorang muslim yang menanam suatu tanaman, nisyacمa apa
yang termakan akan menjadi sedekah, apa yang tercuri akan menjadi sedekah, dan
apapun yang diambil oleh seseorang dari tanaman itu akan menjadi sedekah bagi
pemiliknya sampai hari kiamat datang.“
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Jabir t.
yang kemudian diriwayatkan secara bersama dengan Imam Ahmad (3/391) dari sanad
lain dengan sedikit perbedaan redaksi. Hadits ini mempunyai hadits yang syahid (hadits lain yang senada, yang
fungsinya sebagai penguat – penerj.) yaitu hadits Mulim dan Ahmad dari Ummu
Mubasyir (6/240, 362). Sedang hadits-hadits lainnya yang juga berfungsi sebagai
syahid , disebutkan oleh Al-Mundziri
dalam At-Targhib (3/224,
245).
Ketiga: Diceritakan dari Anas
t.
dari Nabi r
bersabda:
۹. اَلثَّالِثُ : عَنْ أَنَسٍ رَضِى اللّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي صَلَّى
اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَالَ : ,, اِنَّ قَامَتِ لسَّاعَةُ وَفِى يد اَحَدكُمْ
فسيلةٌ . فَاِن اسْتَطَاع انْ لاَتَقُؤمُ حَتّى يَغْرُسُهَا .
”Kendatipun hari kiamat akan terjadi, sementara di tangan salah seorang
di antara kamu masih ada bibit pohon kurma, jika ia ingin hari kiamat tidak akan
terjadi sebelum ia menanamnya, maka hendaklah ia
menanamnya.“
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam
Ahmad (3/83,184, 191), Ath Thayalisi (hadits nomor 2078), Imam Bukhari dalam Al Adab Al Mufrad (hadits nomor 479) dan Ibnul Arabi di dalam
kitabnya Al Mu’jam (1/21), yang
dikutip dari hadits Hisyam bin Yazid dari Anas ra.
Inilah sanad yang shahih sesuai dengan
syarat yang ditetapkan oleh Imam Muslim, yang diperkuat dengan hadits matabi’ (searti dengan syahid) yang
diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’ad dari Anas ra. Hadits ini juga ditakhrij oleh
Ibnu Addi di dalam Al Kamil
(1/316).
Sedangkan Al-Haitsami mentakhrijnya
(menyampaikan) dengan meringkas redaksinya di dalam Al Mujma’ (4/63), dan mengatakan:
”Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar. Perawi-perawinya adalah tsiqah.“
Sebagaimana telah saya jelaskan, bahwa
hadits ini oleh Imam Ahmad disebutkan dengan redaksi lebih
panjang.
Kata al-fusilah searti dengan kata al-wadiyyah, yaitu anak pohon kurma
(bibitnya).
Selain hadits-hadits tersebut,
tampaknya tidak ada hadits lain yang lebih menunjukkan adanya anjuran untuk
menjadikan lahan agar lebih produktif, lebih-lebih hadits yang terakhir di atas
di mana menyiratkan pesan yang cukup dalam agar seseroang memanfaatkan hidupnya
untuk menanam sesuatu yang dapat dinikmati oleh orang-orang sesudahnya, hingga
pahalanya tetap mengalir sampai hari kiamat tiba. Hal itu akan ditulis sebagai
amal sedekahnya (sedekah jariyah).
Imam Bukhari menerjemahkan hadits ini
dengan penjelasannya: Babu Ishthina’il Mal. Kemudian hadits itu
diriwayatkan oleh Al-Harits bin Laqith, ia mengatakan: ”Ada seseorang di antara
kami yang memiliki kuda yang telah beranak pinak, lalu disembelihnya kuda itu.
Setelah itu ada surat dari Umar yang datang kepada kami, yang isinya:
”Peliharalah dengan baik rezki yang telah diberiakan oleh Allah I
kepada kalian. Sebab dalam hal yang demikian itu terdapat kemudahan bagi
pemiliknya.“ Sanad hadits tersebut adalah shahih.
Sementara itu ada lagi hadits lain
yang diriwayatkan oleh Dawud dengan sanad yang shahih, ia mengatakan: ”Abdullah
bin Salam berkata kepadaku:
اِنْ سَمِعْتُ بِالدَّجَالِ قَدْخَرَجَ وَاَنْتَ عَلى وَدَّيتٍ
تَغْرُسُهَا فًلاَ تَجْعَلْ اَنْتُصْلِحَهُ , فَاِنَّ لِلنَّاسِ بَعْدَ ذلِكَ
عَيْشًا
”Jika
engkau mendengar bahwa Dajjal telah keluar, padahal engkau masih menanam bibit
kurma, maka janganlah engaku tergesa-gesa memperbaikinya, karena masih ada
kehidupan manusia setelah itu.“
Yang dimaksud Dawud di sini adalah Abu
Dawud Al-Anshari. Ia dinilai oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar sebagai orang yang
diterima haditsnya (al-maqbul).
Ibnu Jarir juga meriwayatkan sebuah
hadits yang berasal dari Amarah bin Khuzaimah bin Tsabit yang
berkata:
سَمِعْتُ عُمَرَ بْنِ اْلخَطَّابِ يَقُؤلُ لاََِبِىْ : مَايَمْنَعُكَ
اَنْ تَغْرُسَ اَرْضَكَ ؟ فَقَالَ لَهُ اَبِىْ : اَنَا شَيْخٌ كَبِيْرٌاَمُؤتُ
غَدًا , فَقَالَ لَهُ عُمَلرُ : اِعْزَمْ عَلَيْكَ لِتَعْرُسًهَا ؟ فَلَقَدْ
رَاَيْتُ عُمَرَبْنِ الْخطَّابِ يَغْرُسُهَا بِيَدِه مَعَ اَبِىْ . كَذَا فِى ,,
الجَامِعِ الكَبِيرِ ,, لِلسُّيُطِىْ .
ُ
”Saya
mendengar Umar bin Khatab berkata kepada Ayahku: ’Apa yang menghalangimu untuk
menanami tahahmu?’ Ayah saya menjawab: ’Saya sudah tau dan besok akan mati.’
Kemudian Umar berkata: ’Aku benar-benar menghimbau agar Engaku mau menanaminya.’
Tak lama kemudian saya benar-benar melihatnya (Umar bin Khattab) menanam sendiri
bersama ayah saya.“ Hadis ini bisa dilihat di dalam Al-Jami’ Al-Kabir, karya As
Suyuti (3/3372).
Oleh karena itu ada sebagian sahabat
yang menganggap bahwa orang yang bekerja mengolah dan memanfaatkan lahannya
adalah karyawan Allah I.
Imam Bukhari di dalam kitabnya Al-Adab
Al-Mufrad (nomor 448) meriwayatkan sebuah hadis dari Na’im bin Ashim, bahwa
ia mendengar Abdullah Ibnu Amer berkata kepada salah seorang anak saudaranya
yang keluar ke tanah lapang (kebun): ”Apakah para karyawanmu sedang
bekerja?“
”Saya tidak tahu.“ Kata anak
saudaranya.
Lalu Abdullah Ibnu Amer menyambung:
“Seandainya engkau orang yang terdidik, nisyaca engkau akan tahu apa yang sedang
dikerjakan oleh para karyawanmu.” Kemudian ia (Abdullah Ibnu Amer) menoleh
kepada kami, seraya berkata: ”Pada apa yang dimilikinya”) maka ia termasuk
karyawan Allah I .
Insya Allah sanad hadits ini
hasan.
Kata al-wahthu berarti al-butsan (kebun), yaitu tanah lapang
yang luas milik Amer bin Ash yang berada di Thaif, kurang lebih tiga mill dari
Wajj. Tanah itu telah diwariskan kepada anak-anaknya (termasuk Abdullah). Ibnu
Asakir meriwayatkan di dalam kitabnya At-Tarikh (13/264//12) dengan sanad yang
shahih dari Amer bin Dinar, ia mengatakan: ”Amer bin Ash berjalan memasuki
sebidang kebun miliknya yang ada di Thaif yang biasa dikenal dengan al-wahthu. Di tanah itu terdapat satu
juta kayu yang dipergunakan untuk menegakkan pohon anggur. Satu batangnya dibeli
dengan harga satu dirham.
Inilah beberapa perkataan sahabat yang
muncul akibat memahami hadits-hadits di atas.
Imam Bukhari memberi judul untuk dua
hadits yang pertama dengan judul: ”Keutamaan Tanaman yang Dapat Dimakan.”
di dalam kitab shahihnya. Dalam hal ini Ibnul-Munir
berkomentar:
Imam
Bukhari memberi insyarat tentang kebolehan bertanam. Adapun larangan bertaman
seperti dikatakan oleh Umar adalah apabila pekerjaan bertanam itu sampai
melalaikan perang atau tugas lain yang lebih mendesak untuk dilaksanakan. Oleh
karen itu, hadits Abi Ummah diletakkan pada bab
berikutnya.
Hadits itu akan saya sebutkan pada bab
yang akan datang, insya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar
SILAHKAN DIISI JAWABAN ANANDA DI KOLOM KOMENTAR DENGAN LENGKAP