IMAN
KEPADA ALLAH SWT
( GPAI SMPN 21 Padang)
A. Pengertian Iman Kepada Allah
Secara bahasa iman berarti percaya atau yakin.
Menurut istilah iman adalah meyakini dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan perbuatan. Sebagian ulama merumuskan iman adalah:
اْلاِيْمَانُ تَصْدِيْقٌ
بِالْقَلْبِ وَاِكْرَارٌ بِالِّلسَانِ وَاِفْعَالٌ بِاْلاَرْكَانِ
Arinya:
Iman adalah dibenarkan dengan hati, diucapkan dengan
lidah, dan dibuktikan dengan perbuatan.
Dengan demikian ada tiga unsur pengertian iman, yaitu
hati, lisan dan amal perbuatan. Namun, di antara ketiga indikator tersebut,
iman lebih menekankan pada aspek qalbu (hati) lalu akan tercermin dalam
perkataan dan perbuatan.
Iman kepada Allah adalah meyakini sepenuh hati bahwa
Allah itu benar-benar ada dan Dialah yang menciptakan, memelihara dan mengatur
alam semesta.
Untuk meningkatkan iman kepada Allah, kita perlu mengenal
Allah. Adapun cara mengenal Allah
adalah dengan mengenal sifat-sifat-Nya.
B. Sifat-sifat Allah
Secara garis besar, sifat Allah ada tiga, yaitu:
a.
Sifat wajib, yaitu sifat kesempurnaan yang pasti dimiliki
Allah. Jumlah sifat ini ada 13.
b.
Sifat mustahil, yaitu sifat-sifat yang tidak mungkin atau
mustahil ada pada Allah. Sifat ini merupakan lawan atau kebalikan dari sifat
wajib.
c.
Sifat jaiz, yaitu sifat mungkin bagi Allah untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu. Sifat ini merupakan hak peroregatif Allah.
Jumlahnya hanya satu, yaitu wewenang Allah untuk berbuat atau tidak menurut
kehendak-Nya. Misalnya menciptakan jenis pepohonan, jenis binatang, dan
sebagainya.
C. Klasifikasi sifat wajib
bagi Allah
Sifat wajib bagi Allah itu dapat diklasifikasikan menjadi
empat macam, yaitu:
1.
Nafsiyah artinya diri atau dzat, yaitu sifat hakikat dzat
Allah itu sendiri mutlak ada.
2.
Salbiyah artinya bertentangan, yaitu sifat yang hanya ada
pada Allah semata dan bertentangan dengan sifat makhluk yang Dia ciptakan.
3.
Ma’ani artinya hakikat, yaitu hakikatnya sifat Allah,
tetapi sebagian kecil darinya dianugerahkan Allah kepada makhluk-Nya.
4.
Ma’anawiyah artinya hakikat yang sempurna, yaitu sifat
ke-maha-an yang mutlak milik Allah semata tanpa diberikan kepada makhluk-Nya.
D. Sifat Wajib dan Mustahil
Sifat wajib dan mustahil bagi Allah yang wajib diketahui
ada 13, yaitu:
No
|
Sifat Wajib
|
Sifat Mustahil
|
Keterangan
|
||
Sifat
|
Arti
|
Sifat
|
Arti
|
||
1
|
وُجُوْدٌ
|
Ada
|
عَدَمٌ
|
Tiada
|
Sifat Nafsiyah
|
2
|
قِِدَامٌ
|
Terdahulu
|
حُدُوْثٌ
|
Baru
|
Sifat Salbiyah
|
3
|
بَقَاءٌ
|
Kekal
|
فَنَاءٌ
|
Binasa
|
|
4
|
مُخَالَفَةُ لِلْحَوَادِثِ
|
Berbeda dengan makhluk
|
مُمَاثَلَةُ لِلْحَوَادِثِ
|
Serupa dengan makhluk
|
|
5
|
قِيَامُهُ بِنَفْسِهِ
|
Berdiri sendiri
|
قِيَامُهُ بِغَيْرِهِ
|
Membutuhkan bantuan lain
|
|
6
|
وَحْدَانِيَةِ
|
Esa
|
تَعَدُّدٌ
|
Berbilang
|
|
7
|
قُدْرَةٌ
|
Kuasa
|
عَجْزٌ
|
Lemah
|
Sifat Ma’ani
|
8
|
إِرَادَةٌ
|
Berkehendak
|
كَرَاهَةٌ
|
Terpaksa
|
|
9
|
عِلْمٌ
|
Mengetahui
|
جَهْلٌ
|
Bodoh
|
|
10
|
حَيَاةٌ
|
Hidup
|
مَوْتٌ
|
Mati
|
|
11
|
سَمْعٌ
|
Mendengar
|
صُمٌّ
|
Bisu
|
|
12
|
بَصَرٌ
|
Melihat
|
عُمْيٌ
|
Buta
|
|
13
|
كَلاَمٌ
|
Berfirman
|
بُكْمٌ
|
Bisu
|
Ulama lain ada yang menambahkan tujuh sifat lain dan
digolongkan ke dalam sifat maknawiyah, sehingga sifat wajib Allah tersebut
berjumlah dua puluh. Ketujuh sifat itu adalah:
No
|
Sifat Wajib
|
Sifat Mustahil
|
Keterangan
|
||
Sifat
|
Arti
|
Sifat
|
Arti
|
||
1
|
قَدِرًا
|
Maha Kuasa
|
عَزِيْزًا
|
Maha Lemah
|
Sifat Maknawiyah
|
2
|
مُرِدًا
|
Maha
Berkehendak
|
مُكْرَهٌ
|
Maha Terpaksa
|
|
3
|
عَلِمًا
|
Maha Mengetahui
|
جَهِلاً
|
Maha Bodoh
|
|
4
|
حَيًّا
|
Maha Hidup
|
مَيِّتًا
|
Maha Mati
|
|
5
|
سَمِعًا
|
Maha Mendengar
|
اَصَمَّا
|
Maha Tuli
|
|
6
|
بَصِرًا
|
Maha Melihat
|
اَعْمَا
|
Maha Buta
|
|
7
|
مُتَكَلِّمًا
|
Maha Berfirman
|
اَبْكَمٌ
|
Maha Bisu
|
D. Sifat-sifat Allah dan Dalilnya
1. Wujud
Allah itu bersifat wujud artinya Dia mutlak ada. Adanya
makhluk merupakan salah satu bukti adanya Allah. Jadi mustahil Allah itu tiada.
Dalilnya surat ad-Dukhan/44 ayat 7 – 8:
رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا
بَيْنَهُمَا إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ. لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ رَبُّكُمْ
وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ
Artinya:
Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya, jika kamu adalah orang yang meyakini. Tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan (Dialah)
Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu.
2.
Qidam
Allah itu bersifat terdahulu atau tidak berawal, dan
mustahil ia baru atau berawal. Buktinya, segala sesuatu yang ada ini memiliki
asal. Asal mula dari segala sesuatu itu adalah atas ciptaan yang Maha Pencipta,
Dialah Allah yang terdahulu dari segala sesuatu dan ada-Nya tersebut tidak
berawal. Sebab, jika ia berawal, lalu siapa pula yang mengawali Dia?. Ingat,
jangan samakan Allah dengan makhluk, termasuk kita sendiri yang memiliki asal
dan berawal dari sesuatu. Oleh karena itu, sifat ini disebut salbiyah, karena
berlainan dengan sifat makhluk-Nya.
Dalil naqlinya surat al-hadid/57 ayat 3:
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ
وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya:
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang
Bathin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
3.
Baqa’
Allah itu kekal, dan mustahil binasa. Semua makhluk,
seperti gunung, manusia, hewan, tumbuhan, termasuk bumi ini pasti akan binasa.
Hanya Allah yang kekal, sebab Dialah yang akan menentukan akhir dari
segala-galanya.
Dalilnya surat ar-Rahman/55: 26 – 27:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ. وَيَبْقَى وَجْهُ
رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Artinya:
Semua
yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.
4.
Mukhalafatu lil hawadits
Allah itu berbeda dengan makhluk-Nya, sebab Dialah yang
menciptakan makhluk itu sendiri. Allah sebagai khaliq pasti tidak sama dengan
makhluk (ciptaan-Nya). Dengan demikian, mustahil Allah serupa dengan
makhluk-Nya.
Dalilnya surat as-Syura’/42 ayat 11:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ
البَصِيرُ
Artinya:
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
yang Maha Mendengar dan Melihat.
5. Qiyamuhu bi nafsihi
Allah
itu berdiri sendiri dan tidak membutuhkan suatu apa pun dalam mengurus
makhluk-Nya, sebab segala sesuatu selain Dia adalah makhluk (ciptaan)-Nya.
Berbeda dengan manusia, pasti membutuhkan bantuan dan pertolongan pihak lain
dalam kehidupannya. Jadi, mustahil Allah membutuhkan pertolongan pihak lain.
Dalilnya
surat Ali Imran/3 ayat 255:
اللّهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ
الْقَيُّومُ
Artinya:
Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus makhluk-Nya.
6.
Wahdaniyah
Allah itu Esa dan mustahil Dia berbilang. Ke-esa-an Allah
menunjukkan kesempurnaan-Nya. Sebab jika tuhan lebih dari satu, pastilah ia
tidak sempurna. Agama lain juga mengakui adanya tuhan yang maha esa, tetapi
konsep keesaan tuhan mereka masih mengandung unsur syirik, sebab adanya
kekuatan lain selain tuhan, apakah itu berbentuk ”anak”, ”dewa”, dan
sebagainya. Sementara konsep ke-Esa-an dalam Islam adalah Allah mutlak Esa,
tidak ada kekuatan apa pun yang ada apalagi yang setara dengan-Nya, sebab
selain Dia disebut makhluk, yaitu ciptaan-Nya sendiri. Oleh karena itu, jangan pernah mempersekutukan Allah
dengan sesuatu apapun. Kemudian, Dia juga tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan.
Dalilnya surat al-Ikhlas/112 ayat 1 – 4
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ١ اللَّهُ
الصَّمَدُ ٢ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ
يُولَدْ ٣ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ٤
Artinya:
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".
7. Qudrat
Allah
itu bersifat kuat atau berkuasa dan mustahil Ia lemah. Terjadinya alam semesta,
berbagai keindahan alam yang kita saksikan, dan berbagai keajaiban yang
menakjubkan dalam pandangan mata merupakan bukti bahwa Allah itu berkuasa atas
segala sesuatu. Lalu kita merasa kuat dan berkuasa dalam melakukan pekerjaan,
hal ini juga dapat terjadi karena Allah memberikan qudrat kepada manusia.
Dalilnya surat al-Baqarah/2 ayat 20:
إِنَّ اللَّه عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
8.
Iradat
Allah bersifat berkehendak atas segala sesuatu yang Dia
perbuat, dan mustahil Dia terpaksa. Kehendak Allah itu tidak bisa dipengaruhi
oleh pihak lain. Namun kehendak Allah itu sangat adil.
Dalilnya surat Yasin/36: 82
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئاً أَنْ
يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya:
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.
9.
Ilmu
Allah itu maha mengetahui, mustahil ia bodoh. Buktinya,
keindahan alam semesta, berbagai
fenomena yang muncul dan beragam jenis makhluk yang ada merupakan
sebagian bukti akan pengetahuan Allah. Ilmu Allah itu tidak tergantung kepada
masa dan tempat. Kapan dan dimana pun Allah pasti mengetahui segala sesuatu,
masa lalu, sekarang dan yang akan datang pasti diketahui Allah. Bahkan sekecil
apapun yang terniat di hati kita Dia pasti mengetahuinya.
Dalilnya surat al-Hujurat/49: 16
قُلْ أَتُعَلِّمُونَ اللَّهَ بِدِينِكُمْ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي
الْأَرْضِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya:
Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada
Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang
di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu?"
10. Hayat
Allah bersifat hidup, dan mustahil ia mati. Buktinya,
segala yang hidup di muka bumi ini pastilah ada yang menghidupkan. Dengan
demikian, Allah itu hidup lagi menghidupkan dan akan tetap hidup selamanya.
Sementara manusia dan makhluk lainnya juga hidup tetapi dihidupkan dan
kehidupannya pasti akan berakhir dengan kematian.
Dalilnya surat al-Baqarah/2 ayat 255:
اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ
الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
Artinya:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). tidak mengantuk
dan tidak tidur.
11. Sama’
Allah itu bersifat mendengar dan mustahil Dia tuli.
Pendengaran Allah tidak terhalang oleh jarak, waktu, dan tempat tertentu. Oleh
karena itu, Allah senantiasa mendengar segala gerak-gerik, ucapan dan bisikan
makhluk-Nya, termasuk ucapan dalam hati.
Dalilnya surat al-Anbiya’/21: 4
قَالَ رَبِّي يَعْلَمُ الْقَوْلَ فِي السَّمَاء
وَالأَرْضِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya:
Berkatalah Muhammad (kepada mereka): "Tuhanku
mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui".
12. Bashar
Allah itu bersifat melihat dan mustahil Dia buta.
Penglihatan Allah juga tidak terhalang oleh tempat, waktu dan masa. Meskipun
semut hitam berada di atas batu hitam di tengah malam kelam, Allah juga pasti
melihat. Demikian juga setiap perbuatan makhluk-Nya, Allah pasti melihatnya.
Dalilnya surat al-An’am/6 ayat 103:
لاَّ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ
الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Artinya:
Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
13. Kalam
Allah itu bersifat kalam atau berfirman. Buktinya, Allah
menurunkan kitab kepada nabi-Nya, termasuk al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat Muhammad yang ingin hidupnya selamat
dunia dan akhirat. Dengan demikian mustahil Allah itu bisu.
Dalilnya surat an-Nisa’/4 ayat 164:
وَكَلَّمَ اللّهُ مُوسَى تَكْلِيماً
Artinya:
Dan
Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
E. Perilaku yang ditampilkan sebagai cerminan
keyakinan akan sifat Allah
Banyak pelajaran hal yang dapat kita petik dari
adanya keyakinan terhadap sifat-sifat Allah sehingga mempengaruhi perilaku
kita. Seperti sifat nafsiyah, yaitu wujud, mengajarkan kepada kita bahwa hanya Allah
yang mutlak ada. Adanya alam ini, termasuk adanya diri kita sendiri tentulah
karena adanya Allah. Pada hakekatnya yang ada hanyalah dua, yaitu: khaliq (Sang
Pencipta), dan makhluq (yang diciptakan). Adanya khaliq tidak berawal dan tidak
berakhir, sementara adanya makhluq karena diciptakan oleh sang khaliq. Dengan
keyakinan seperti itu, maka setiap mukmin mestinya merasakan bahwa Allah
senantiasa ada kapan dan dimana pun ia berada.
Sifat salbiyah menunjukkan bahwa Allah tidak
sama dengan makhluk-Nya serta membuktikan bahwa Allah adalah Tuhan yang benar
dan berhak untuk disembah secara meyakinkan dan rasional. Dia ada dengan
sendiri-Nya dan kekal selama-lamanya. Dia juga Esa (wahdaniyah) dan ke-esa-an
Allah itu berbeda dengan konsep ke-esa-an dalam agama/kepercayaan di luar
Islam. Dengan sifat wahdaniyah, tidak satu pun sekutu Allah, baik dalam bentuk
anak, teman, atau tandingannya. Bahkan kekuatan sekecil apapun tidak akan
pernah ada selain apa yang telah diciptakan Allah. Dia tidak pernah membutuhkan
yang lain karena Dia berdiri dengan sendiri-Nya (qiyamuhu bi nafsihi). Maka
perilaku yang mencerminkan keyakinan ini adalah adanya keimanan yang kuat tanpa
adanya keraguan sedikit pun terhadap kebenaran Allah sebagai Tuhan yang
menciptakan dan memelihara alam semesta, termasuk diri kita sendiri. Kemudian
jangan pernah memohon pertolongan kepada sesuatu kecuali hanya kepada Allah.
Demikian pula sifat mukhalafatu lilhawadis
menunjukkan bahwa Allah itu berbeda dengan makhluk-Nya, sebab Dia-lah yang
menciptakan makhluk itu. Oleh karena itu, setiap mukmin tidak boleh
membayangkan bentuk Allah, sebab bentuk apapun yang ada dalam pikiran dan yang
dikenal manusia adalah makhluk, sementara Allah berbeda dengan makhluk.
Adapun sifat ma’ani menunjukkan bahwa Allah
sangat menyayangi makhluk-Nya terutama manusia. Salah satu buktinya adalah Dia
lengkapi manusia dengan berbagai potensi, termasuk potensi ma’ani, yaitu
manusia memiliki kekuatan, kehendak, pengetahuan, hidup, pendengaran,
pengliahatan dan mampu berbicara. Oleh karena itu, setiap mukmin tidak boleh
sombong. Kita bisa berilmu karena Allah yang memberikan kita ilmu, kita kuat
karena Allah yang memberikan kekuatan, kita hidup karena Allah yang
menghidupkan, kita bisa mendengar karena Allah yang memberikan pendengaran,
begitu seterusnya. Kita juga harus mempertanggungjawabkan potensi-potensi itu
di hadapan Allah dengan cara memanfaatkannya sebagaimana yang diperintahkan
Allah.
Selain itu, sifat ma’ani juga menunjukkan bahwa
Allah senantiasa mengawasi dan memelihara makhluk-Nya. Maka jangan pernah
melupakan Allah kapan dan dimana pun kita berada, sebab apa pun yang kita
kerjakan tidak pernah terlepas dari pengawasan Allah yang nantinya akan
dibalasinya sesuai dengan amal perbuatan kita.
Sementara sifat maknawiyah menunjukkan bahwa
Allah memiliki sifat Maha Sempurna. Meskipun Allah memberikan berbagai potensi
kepada manusia, seperti kekuatan, kehendak, pengetahuan, hidup, mendengar,
melihat, dan berbicara, namun pada hakekatnya semua itu ada pada milik Allah
secara sempurna. Dengan demikian, manusia tidak boleh menganggap diri paling
baik apalagi sempurna. Manusia harus senantiasa taat kepada aturan Allah secara
ikhlas dengan kesadaran diri sebagai hamba dan ciptaan-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar
SILAHKAN DIISI JAWABAN ANANDA DI KOLOM KOMENTAR DENGAN LENGKAP