Kamis, 14 Juni 2012

IMAN KEPADA ALLAH SWT



IMAN KEPADA ALLAH SWT 
( GPAI SMPN 21 Padang)
A.     Pengertian Iman Kepada Allah
Secara bahasa iman berarti percaya atau yakin. Menurut istilah iman adalah meyakini dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Sebagian ulama merumuskan iman adalah:
اْلاِيْمَانُ تَصْدِيْقٌ بِالْقَلْبِ وَاِكْرَارٌ بِالِّلسَانِ وَاِفْعَالٌ بِاْلاَرْكَانِ
Arinya:
Iman adalah dibenarkan dengan hati, diucapkan dengan lidah, dan dibuktikan dengan perbuatan.

Dengan demikian ada tiga unsur pengertian iman, yaitu hati, lisan dan amal perbuatan. Namun, di antara ketiga indikator tersebut, iman lebih menekankan pada aspek qalbu (hati) lalu akan tercermin dalam perkataan dan perbuatan.

Iman kepada Allah adalah meyakini sepenuh hati bahwa Allah itu benar-benar ada dan Dialah yang menciptakan, memelihara dan mengatur alam semesta.


Untuk meningkatkan iman kepada Allah, kita perlu mengenal Allah. Adapun cara mengenal Allah adalah dengan mengenal sifat-sifat-Nya.

B.     Sifat-sifat Allah
Secara garis besar, sifat Allah ada tiga, yaitu:
a.       Sifat wajib, yaitu sifat kesempurnaan yang pasti dimiliki Allah. Jumlah sifat ini ada 13.
b.      Sifat mustahil, yaitu sifat-sifat yang tidak mungkin atau mustahil ada pada Allah. Sifat ini merupakan lawan atau kebalikan dari sifat wajib.
c.       Sifat jaiz, yaitu sifat mungkin bagi Allah untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Sifat ini merupakan hak peroregatif Allah. Jumlahnya hanya satu, yaitu wewenang Allah untuk berbuat atau tidak menurut kehendak-Nya. Misalnya menciptakan jenis pepohonan, jenis binatang, dan sebagainya.

C.     Klasifikasi sifat wajib bagi Allah
Sifat wajib bagi Allah itu dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu:
1.      Nafsiyah artinya diri atau dzat, yaitu sifat hakikat dzat Allah itu sendiri mutlak ada.
2.      Salbiyah artinya bertentangan, yaitu sifat yang hanya ada pada Allah semata dan bertentangan dengan sifat makhluk yang Dia ciptakan.
3.      Ma’ani artinya hakikat, yaitu hakikatnya sifat Allah, tetapi sebagian kecil darinya dianugerahkan Allah kepada makhluk-Nya.
4.      Ma’anawiyah artinya hakikat yang sempurna, yaitu sifat ke-maha-an yang mutlak milik Allah semata tanpa diberikan kepada makhluk-Nya.

D.     Sifat Wajib dan Mustahil
Sifat wajib dan mustahil bagi Allah yang wajib diketahui ada 13, yaitu:
No
Sifat Wajib
Sifat Mustahil
Keterangan
Sifat
Arti
Sifat
Arti
1
وُجُوْدٌ
Ada
عَدَمٌ
Tiada
Sifat Nafsiyah
2
قِِدَامٌ
Terdahulu
حُدُوْثٌ
Baru
Sifat Salbiyah
3
بَقَاءٌ
Kekal
فَنَاءٌ
Binasa
4
مُخَالَفَةُ لِلْحَوَادِثِ
Berbeda dengan makhluk
مُمَاثَلَةُ لِلْحَوَادِثِ
Serupa dengan makhluk
5
قِيَامُهُ بِنَفْسِهِ
Berdiri sendiri
قِيَامُهُ بِغَيْرِهِ
Membutuhkan bantuan lain
6
وَحْدَانِيَةِ
Esa
تَعَدُّدٌ
Berbilang
7
قُدْرَةٌ
Kuasa
عَجْزٌ
Lemah
Sifat Ma’ani
8
إِرَادَةٌ
Berkehendak
كَرَاهَةٌ
Terpaksa
9
عِلْمٌ
Mengetahui
جَهْلٌ
Bodoh
10
حَيَاةٌ
Hidup
مَوْتٌ
Mati
11
سَمْعٌ
Mendengar
صُمٌّ
Bisu
12
بَصَرٌ
Melihat
عُمْيٌ
Buta
13
كَلاَمٌ
Berfirman
بُكْمٌ
Bisu

Ulama lain ada yang menambahkan tujuh sifat lain dan digolongkan ke dalam sifat maknawiyah, sehingga sifat wajib Allah tersebut berjumlah dua puluh. Ketujuh sifat itu adalah:

No
Sifat Wajib
Sifat Mustahil
Keterangan
Sifat
Arti
Sifat
Arti
1
قَدِرًا
Maha Kuasa
عَزِيْزًا
Maha Lemah
Sifat Maknawiyah
2
مُرِدًا
Maha Berkehendak
مُكْرَهٌ
Maha Terpaksa
3
عَلِمًا
Maha Mengetahui
جَهِلاً
Maha Bodoh
4
حَيًّا
Maha Hidup
مَيِّتًا
Maha Mati
5
سَمِعًا
Maha Mendengar
اَصَمَّا
Maha Tuli
6
بَصِرًا
Maha Melihat
اَعْمَا
Maha Buta
7
مُتَكَلِّمًا
Maha Berfirman
اَبْكَمٌ
Maha Bisu


D. Sifat-sifat Allah dan Dalilnya
1. Wujud
Allah itu bersifat wujud artinya Dia mutlak ada. Adanya makhluk merupakan salah satu bukti adanya Allah. Jadi mustahil Allah itu tiada. Dalilnya surat ad-Dukhan/44 ayat 7 – 8:

رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ. لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ
Artinya:
Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu adalah orang yang meyakini. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan (Dialah) Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu.

2.      Qidam
Allah itu bersifat terdahulu atau tidak berawal, dan mustahil ia baru atau berawal. Buktinya, segala sesuatu yang ada ini memiliki asal. Asal mula dari segala sesuatu itu adalah atas ciptaan yang Maha Pencipta, Dialah Allah yang terdahulu dari segala sesuatu dan ada-Nya tersebut tidak berawal. Sebab, jika ia berawal, lalu siapa pula yang mengawali Dia?. Ingat, jangan samakan Allah dengan makhluk, termasuk kita sendiri yang memiliki asal dan berawal dari sesuatu. Oleh karena itu, sifat ini disebut salbiyah, karena berlainan dengan sifat makhluk-Nya.

Dalil naqlinya surat al-hadid/57 ayat 3:
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya:
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

3.      Baqa’
Allah itu kekal, dan mustahil binasa. Semua makhluk, seperti gunung, manusia, hewan, tumbuhan, termasuk bumi ini pasti akan binasa. Hanya Allah yang kekal, sebab Dialah yang akan menentukan akhir dari segala-galanya.

Dalilnya surat ar-Rahman/55: 26 – 27:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ. وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Artinya:
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

4.      Mukhalafatu lil hawadits
Allah itu berbeda dengan makhluk-Nya, sebab Dialah yang menciptakan makhluk itu sendiri. Allah sebagai khaliq pasti tidak sama dengan makhluk (ciptaan-Nya). Dengan demikian, mustahil Allah serupa dengan makhluk-Nya.

Dalilnya surat as-Syura’/42 ayat 11:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Artinya:
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.

5.      Qiyamuhu bi nafsihi
Allah itu berdiri sendiri dan tidak membutuhkan suatu apa pun dalam mengurus makhluk-Nya, sebab segala sesuatu selain Dia adalah makhluk (ciptaan)-Nya. Berbeda dengan manusia, pasti membutuhkan bantuan dan pertolongan pihak lain dalam kehidupannya. Jadi, mustahil Allah membutuhkan pertolongan pihak lain.

Dalilnya surat Ali Imran/3 ayat 255:
اللّهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
Artinya:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.


6.      Wahdaniyah
Allah itu Esa dan mustahil Dia berbilang. Ke-esa-an Allah menunjukkan kesempurnaan-Nya. Sebab jika tuhan lebih dari satu, pastilah ia tidak sempurna. Agama lain juga mengakui adanya tuhan yang maha esa, tetapi konsep keesaan tuhan mereka masih mengandung unsur syirik, sebab adanya kekuatan lain selain tuhan, apakah itu berbentuk ”anak”, ”dewa”, dan sebagainya. Sementara konsep ke-Esa-an dalam Islam adalah Allah mutlak Esa, tidak ada kekuatan apa pun yang ada apalagi yang setara dengan-Nya, sebab selain Dia disebut makhluk, yaitu ciptaan-Nya sendiri. Oleh karena itu, jangan pernah mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Kemudian, Dia juga tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.

Dalilnya surat al-Ikhlas/112 ayat 1 – 4
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ١ اللَّهُ الصَّمَدُ ٢ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ٣ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ٤
Artinya:
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".

7.      Qudrat
Allah itu bersifat kuat atau berkuasa dan mustahil Ia lemah. Terjadinya alam semesta, berbagai keindahan alam yang kita saksikan, dan berbagai keajaiban yang menakjubkan dalam pandangan mata merupakan bukti bahwa Allah itu berkuasa atas segala sesuatu. Lalu kita merasa kuat dan berkuasa dalam melakukan pekerjaan, hal ini juga dapat terjadi karena Allah memberikan qudrat kepada manusia.

Dalilnya surat al-Baqarah/2 ayat 20:
إِنَّ اللَّه عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.

8.      Iradat
Allah bersifat berkehendak atas segala sesuatu yang Dia perbuat, dan mustahil Dia terpaksa. Kehendak Allah itu tidak bisa dipengaruhi oleh pihak lain. Namun kehendak Allah itu sangat adil.

Dalilnya surat Yasin/36: 82
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئاً أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya:
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.

9.      Ilmu
Allah itu maha mengetahui, mustahil ia bodoh. Buktinya, keindahan alam semesta, berbagai  fenomena yang muncul dan beragam jenis makhluk yang ada merupakan sebagian bukti akan pengetahuan Allah. Ilmu Allah itu tidak tergantung kepada masa dan tempat. Kapan dan dimana pun Allah pasti mengetahui segala sesuatu, masa lalu, sekarang dan yang akan datang pasti diketahui Allah. Bahkan sekecil apapun yang terniat di hati kita Dia pasti mengetahuinya.

Dalilnya surat al-Hujurat/49: 16
قُلْ أَتُعَلِّمُونَ اللَّهَ بِدِينِكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya:
Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu?"

10.  Hayat
Allah bersifat hidup, dan mustahil ia mati. Buktinya, segala yang hidup di muka bumi ini pastilah ada yang menghidupkan. Dengan demikian, Allah itu hidup lagi menghidupkan dan akan tetap hidup selamanya. Sementara manusia dan makhluk lainnya juga hidup tetapi dihidupkan dan kehidupannya pasti akan berakhir dengan kematian.

Dalilnya surat al-Baqarah/2 ayat 255:
اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
Artinya:
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). tidak mengantuk dan tidak tidur.

11.  Sama’
Allah itu bersifat mendengar dan mustahil Dia tuli. Pendengaran Allah tidak terhalang oleh jarak, waktu, dan tempat tertentu. Oleh karena itu, Allah senantiasa mendengar segala gerak-gerik, ucapan dan bisikan makhluk-Nya, termasuk ucapan dalam hati.

Dalilnya surat al-Anbiya’/21: 4
قَالَ رَبِّي يَعْلَمُ الْقَوْلَ فِي السَّمَاء وَالأَرْضِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 
Artinya:
Berkatalah Muhammad (kepada mereka): "Tuhanku mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

12.  Bashar
Allah itu bersifat melihat dan mustahil Dia buta. Penglihatan Allah juga tidak terhalang oleh tempat, waktu dan masa. Meskipun semut hitam berada di atas batu hitam di tengah malam kelam, Allah juga pasti melihat. Demikian juga setiap perbuatan makhluk-Nya, Allah pasti melihatnya.

Dalilnya surat al-An’am/6 ayat 103:
لاَّ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Artinya:
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

13.  Kalam
Allah itu bersifat kalam atau berfirman. Buktinya, Allah menurunkan kitab kepada nabi-Nya, termasuk al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat Muhammad yang ingin hidupnya selamat dunia dan akhirat. Dengan demikian mustahil Allah itu bisu.

Dalilnya surat an-Nisa’/4 ayat  164:
وَكَلَّمَ اللّهُ مُوسَى تَكْلِيماً
Artinya:
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.

E.     Perilaku yang ditampilkan sebagai cerminan keyakinan akan sifat Allah
Banyak pelajaran hal yang dapat kita petik dari adanya keyakinan terhadap sifat-sifat Allah sehingga mempengaruhi perilaku kita. Seperti sifat nafsiyah, yaitu wujud, mengajarkan kepada kita bahwa hanya Allah yang mutlak ada. Adanya alam ini, termasuk adanya diri kita sendiri tentulah karena adanya Allah. Pada hakekatnya yang ada hanyalah dua, yaitu: khaliq (Sang Pencipta), dan makhluq (yang diciptakan). Adanya khaliq tidak berawal dan tidak berakhir, sementara adanya makhluq karena diciptakan oleh sang khaliq. Dengan keyakinan seperti itu, maka setiap mukmin mestinya merasakan bahwa Allah senantiasa ada kapan dan dimana pun ia berada.
Sifat salbiyah menunjukkan bahwa Allah tidak sama dengan makhluk-Nya serta membuktikan bahwa Allah adalah Tuhan yang benar dan berhak untuk disembah secara meyakinkan dan rasional. Dia ada dengan sendiri-Nya dan kekal selama-lamanya. Dia juga Esa (wahdaniyah) dan ke-esa-an Allah itu berbeda dengan konsep ke-esa-an dalam agama/kepercayaan di luar Islam. Dengan sifat wahdaniyah, tidak satu pun sekutu Allah, baik dalam bentuk anak, teman, atau tandingannya. Bahkan kekuatan sekecil apapun tidak akan pernah ada selain apa yang telah diciptakan Allah. Dia tidak pernah membutuhkan yang lain karena Dia berdiri dengan sendiri-Nya (qiyamuhu bi nafsihi). Maka perilaku yang mencerminkan keyakinan ini adalah adanya keimanan yang kuat tanpa adanya keraguan sedikit pun terhadap kebenaran Allah sebagai Tuhan yang menciptakan dan memelihara alam semesta, termasuk diri kita sendiri. Kemudian jangan pernah memohon pertolongan kepada sesuatu kecuali hanya kepada Allah.
Demikian pula sifat mukhalafatu lilhawadis menunjukkan bahwa Allah itu berbeda dengan makhluk-Nya, sebab Dia-lah yang menciptakan makhluk itu. Oleh karena itu, setiap mukmin tidak boleh membayangkan bentuk Allah, sebab bentuk apapun yang ada dalam pikiran dan yang dikenal manusia adalah makhluk, sementara Allah berbeda dengan makhluk.
Adapun sifat ma’ani menunjukkan bahwa Allah sangat menyayangi makhluk-Nya terutama manusia. Salah satu buktinya adalah Dia lengkapi manusia dengan berbagai potensi, termasuk potensi ma’ani, yaitu manusia memiliki kekuatan, kehendak, pengetahuan, hidup, pendengaran, pengliahatan dan mampu berbicara. Oleh karena itu, setiap mukmin tidak boleh sombong. Kita bisa berilmu karena Allah yang memberikan kita ilmu, kita kuat karena Allah yang memberikan kekuatan, kita hidup karena Allah yang menghidupkan, kita bisa mendengar karena Allah yang memberikan pendengaran, begitu seterusnya. Kita juga harus mempertanggungjawabkan potensi-potensi itu di hadapan Allah dengan cara memanfaatkannya sebagaimana yang diperintahkan Allah.
Selain itu, sifat ma’ani juga menunjukkan bahwa Allah senantiasa mengawasi dan memelihara makhluk-Nya. Maka jangan pernah melupakan Allah kapan dan dimana pun kita berada, sebab apa pun yang kita kerjakan tidak pernah terlepas dari pengawasan Allah yang nantinya akan dibalasinya sesuai dengan amal perbuatan kita.
Sementara sifat maknawiyah menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat Maha Sempurna. Meskipun Allah memberikan berbagai potensi kepada manusia, seperti kekuatan, kehendak, pengetahuan, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara, namun pada hakekatnya semua itu ada pada milik Allah secara sempurna. Dengan demikian, manusia tidak boleh menganggap diri paling baik apalagi sempurna. Manusia harus senantiasa taat kepada aturan Allah secara ikhlas dengan kesadaran diri sebagai hamba dan ciptaan-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar

SILAHKAN DIISI JAWABAN ANANDA DI KOLOM KOMENTAR DENGAN LENGKAP

Popular Posts